Maret 03, 2009

Robert T Kiyosaki

Kita yang dididik tidak untuk menjadi kaya (di Merto)

Masih Ingat!

Robert T Kiyosaki punya mantra yang pasti masih kita ingat kalau pernah membaca bukunya Rich Dad Poor Dad, yaitu “jangan bekerja untuk uang; buat uang bekerja untuk Anda (Don’t work for money; make money work for you)”.

Banyak orang tahu buku Rich Dad Poor Dad merupakan sebuah karya masterpiece yang laris dan terjual 16 juta kopi. Orang Seperti tersihir oleh buku itu bahkan dijadikan rujukan utama bagi mereka yang mengembangkan dunia bisnis seperti real estate, MLM, asuransi dan semacamnya. Kita sendiri (mungkin) juga merupakan salah satunya yang percaya dan meyakini sepenuhnya apa yang disabdakan Kiyosaki.

Mungkin ia menarik banyak minat karena Ia punya kata-kata bagus pada sampul bukunya, yaitu: apa yang diajarkan orang kaya pada anak-anak mereka tentang uang – yang tidak diajarkan oleh orang miskin dan kelas menengah. Dengan kata-kata itu, Kyosaki seakan-akan punya rahasia besar tentang bagaimana menjadi kaya-dari orang kaya dan rahasia mengubah nasib orang yang miskin menjadi kaya.

Buku yang berkisah berdasarkan pengalaman hidup pengarang sendiri dan menggambarkan proses kesusksesannya dari masa kanak-kanak dengan mencermati dua sosok ayah yang berbeda karakter itu menceritakan tentang sang ayah kandung, seorang peraih gelar Ph.D yang berkarir di dunia pendidikan dan menjadi kepala departemen pendidikan di Hawaii, yang kemudian ia sebut sebagai Poor Dad. Dan ayah dari teman bermainnya yang merupakan tetangga sebelah rumahnya, seorang miliarder yang juga pebisnis sukses dan berjiwa konglomerat ia sebut sebagai Rich Dad yang tidak pernah menyelesaikan pendidikan SMP nya.

Setelah membaca buku itu, saya sendiri heran dan tak habis mengerti, mungkinkah seseorang (kita) bisa menjadi kaya hanya dengan membaca sebuah buku yang berisi slogan-slogan sederhana yang mudah kita telaah tanpa pemikiran panjang yang mendalam?

Bahkan sampai sekarangpun saya tak pernah mengerti apa arti sebenarnya “Don’t work for money; make money work for you”? Apakah itu berarti keluar dari pekerjaan dan hidup berdasarkan investasi yang kita punya? Ini bukan persoalan kecil bagi mereka yang masih sepenuhnya menggantungkan hidup pada pekerjaan. Bukankah yang benar adalah bekerja keras pada pekerjaan atau bisnis yang ditekuni, lalu menabung dan baru berinvestasi? Santo Paulus dalam Kisah Rasul menuliskan, “Yang tidak berkerja, janganlah ia makan.” Di balik pesan mulia itu kita tahu, bahwa bukan cuma sekedar bahwa bekerja itu mulia, tetapi siapapun perlu bekerja keras untuk hidup. Jadi sSeseorang bisa menjadi kaya namun tidak semudah seperti seperti yang dikatakan Kiyosaki.

Lalu dalam bukunya itu Kiyosaki sarat sekali berbicara tentang uang yang sangat berkuasa di era modern ini. Tidak ada perspektif lain selain uang dalam hidup. Secara ekstrem bisa dikatakan bahwa uanglah yang membawa kebahagiaan dalam hidup. Bahkan pengertian teman/sosok teman yang sebenarnya adalah sosok mereka yang hanya bisa memberikan keuntungan finansial. Dikatakan olehnya “the reason you have friends” adalah yang bisa membawa kita masuk ke dalam pasar saham dengan tidak keluar duit banyak, “that is what friends are for”.

Rich Dad Poor Dad seolah membangunkan kesadaran banyak orang untuk bebenah masalah finansial. Sayangnya buku ini tidak memberikan jalan keluar yang relevan terhadap masalah itu -buku ini seperti noda tinta Rorshach-tak berbentuk tapi mau diintepretasikan secara bebas-, Walau secara faktual benar adanya bahwa ada banyak orang yang ingin cepat kaya tanpa usaha daripada orang yang ingin kaya dengan kerja keras dan hemat.

“Ajaran” Kiyosaki juga mengatakan bahwa pendidikan seakan-akan tidak bermakna (Lihat sosok Poor Dad). Silakan baca juga bukunya dia yang terbit tahun 1992 dengan judul “If You Want to be Rich and Happy, Don’t Go To School.” Padahal realitas hidup menunjukkan semakin tinggi pendidikan yang kita miliki, semakin banyak jejaring dan pendapatan yang kita punya. Selain itu orang-orang terdidik punya kualitas hidup yang lebih baik, hidup lebih lama, mampu berkompetensi, dan lain sebagainya. Dalam pendidikan jelas ada nilai dan nilainya lebih dari sekedar uang. Jika kita menggemari filsafat dan bersedia untuk hidup apa adanya, kita pasti nekat belajar filsafat. Jadi tidak semua orang menderita dengan penerimaan financial mereka yang sekedarnya, namun memperoleh kebahagiaan yang sepadan dalam profesi-profesi pilihan mereka walau upahnya kecil.

“Ketika semua orang menggali untuk mencari emas, dia menjual sekop” John T. Reed

Semoga ringkasan tulisan singkat itu bisa jadi bahan permenungan, apalagi jika disertai dengan kata-kata sejuk dari Sang Guru Kita dalam kotbah di bukit, sebagaimana dikutip oleh keempat penginjil “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Atau jangan-jangan ajaran Yesus itu kini sudah tak relevan lagi dalam jaman ini? Bagaimana sahabat?

Salam hangat,

0 komentar: